26 Oktober 2008

Telaah Dinar dan Dirham Sebagai Mata Uang

Andhika Saputra
Ketua Umum
Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah
Tebet Timur

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS at-Taubah: 34)

Saat ini, perekonomian dunia sedang mengalami reses dan krisis berkelanjutan. Volatilitas dan ketidakstabilan menjadi fenomena yang mengganggu perekonomian berbagai Negara. Depresiasi dan inflasi yang tak terkawal menjadi kenyataan yang destruktif terhadap perekonomian dunia. Ini membuktikan kegagalan dari system ekonomi konvensional (kapitalisme) dalam menciptakan Welfare (kesejahteraan) ekonomi dunia.

Sebenarnya akar pokok ketidakstabilan dan inflasi yang tidak menentu, adalah system mata uang yang dzalim dan tidak adil. Dunia saat ini, menggunakan mata uang semu (kertas) yang tanpa control dan back up biasa disebut dengan fiat money. Sejak berakhirnya system Bretton Woods yang mengaitkan dollar dengan emas pada tahun 1970-an. Maka saat itu pula dolar tidak ditopang lagi dengan emas dan hanya karena kepercayaan serta pemaksaan yang menjadikan dolar sebagai mata uang yang kuat didunia ini.

Sebenarnya uang kertas memiliki kelemahan mendasar, selain selalu terkena inflasi permanen (Hamidi, 2007), uang kertas jauh dari nilai keadilan (Fairness) lantaran nilai intrinsiknya tidak sama dengan nilai nominalnya. Sebenarnya untuk mencetak uang 1 dollar AS diperlukan biaya hanya 4 sen dollar AS. Maka jika dicetak uang 100 dolar AS, berapa biaya yang diperlukan? Pastinya akan semakin kecil biaya produksinya. Umar Ibrahim Vadillo (1998) manyatakan bahwa dunia saat ini dibanjiri terlalu banyak dolar. Dalam pasar uang saja terdapat sekitar 80 trilyun dolar AS pertahun. Padahal transaksi perdagangan dunia hanya sekitar 4 trilyun dolar AS pertahun. Kemana 76 trilyun dolar AS? Wajar saja bila ekonomi dunia saat ini amat memprihatinkan.

Perlu kita perhatikan secara seksama, total out standing utang AS dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 1998 jumlahnya mencapai 5,5 trilyun dolar AS dan meningkat menjadi 6,2 trilyun dolar As di akhir tahun 2002. Jelas ini jumlah yang luar biasa bila dibandingkan dengan utang Negara tercinta kita Indonesia yang “hanya” 120 miliar dolar AS pada tahun 1998 dan turun menjadi 98 miliar dolar AS pada tahun 2002. Bahkan ketika ditotalkan jumlah utang dari 52 negara termiskin dunia mencapai 375 miliar dolar AS[1]. Berarti utang AS masih 16,5 kali lebih besar!! AS yang dikenal sebagai Negara Kreditor terbesar saat ini “banting stir” menjadi Negara debitor sepanjang masa. Tapi, bila Negara – Negara debitor melunasi utangnya harus berjuang sendirian, AS bisa mendapatkan solusi yang lebih elegan dan fleksibel yakni dengan melibatkan warga dunia (pemakai dolar) membayar inflasi yang ditimbulkan dolar. Bagaimana AS mengatasi masalah ini? AS tinggal mencetak dolar sebanyak-banyaknya lalu mengalihkan beban inflasinya ke segala pihak yang memegang uang dolar diseluruh dunia (Hamidi, 2007) dan ini bisa dilakukan oleh anak yang duduk di bangku sekolah. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi yang muncul akan bersifat semu (bubble economy) dan ancaman kolaps hanya tinggal menunggu waktu.

Sudah jelas sekali bahwa mata uang kertas yang berbasis ekonomi konvensional ternyata sangat labil dan mudah terserang penyakit kronis. Sebenarnya system ini bersifat self-destructive, yakni yang menghancurkan system ini adalah dirinya sendiri. Tegasnya, system ribawi itulah yang membuat perekonomian dunia terus terpuruk dan tidak pernah stabil. Bagaimana ekonomi akan berjalan dengan baik bila system ini masih berkuasa?

Prospek dinar dan dirham

Bila kita menengok kembali sejarah, emas telah dipakai di kalangan orang Arab sebelum Islam datang. Allouche (1994:56) melaporkan ada dua jenis mata uang yang diterbitkan, yaitu jenis emas dan perak yang keduanya dipakai secara luas diantara para pedagang dan masyarakat sebagai media transaksi pembayaran. Ketika Islam tersebar luas, mata uang ini tetap digunakan Rasulullah SAW untuk bertransaksi bahkan Al-Qur’an menyebut kata emas (dzahab) dan perak (fidhdhah) masing – masing di delapan dan tujuh ayat[2]. Kedua mata uang ini diimpor, Dinar dari Romawi dan Dirham dari Persia. Baru ketika masa khalifah Utsman bin Affan r.a kedua mata uang ini dimodifikasi sesuai dengan cirri dan karakter umat Islam dengan adanya simbol-simbol Islami pada mata uang tersebut.

Mata uang dinar dan dirham (Islam) berbeda dengan mata uang kertas (kapitalisme). Dwilogam ini terbukti sengat kecil sekali inflasinya. Pada masa Rasulullah SAW, dengan 1 dinar (4,25 gr emas) orang dapat membeli seekor kambing dan dengan uang 1 dirham (2,975 gr perak) dapat dibeli seekor ayam. Pada tahun 2007, dengan 1 dinar orang masih dapat membeli kambing dan 1 dirham dapat membeli ayam. Berarti lebih dari 1400 tahun yang lalu dengan yang sekarang hampir tidak ada perubahan dalam hal nilai mata uang dinar dan dirham.dengan mata uang ini, nilai nominal dan nilai intrinsic dari dwilogam akan menyatu. Artinya, tidak perubahan dari kedua nilai tersebut dan tidak dipengaruhi oleh daya tukar terhadap mata uang lain.

Prospek mata uang dinar dan dirham

Telah terbukti bahwa mata uang dinar dan dirham lebih stabil dan konsisiten disbanding dengan mata uang dolar. Jika dinar dan dirham memperkokoh ekonomi karena dapat menahan inflasi, dolar AS justru akan merapuhkan ekonomi lantaran rentan inflasi. Disamping itu, jika system kapitalis membiarkan sector moneter lebih berkuasa dari sector real, sedang ekonomi Islam adalah ekonomi berbasis sector real. Keuntungan hanya diperoleh melalui jerih payah dalam produksi barang dan jasa bukan dari penanaman modal saham yang selalu berfluktuatif.

Berikut ini penulis paparkan beberapa keunggulan dan kemaslahatan mata uang dinar dan dirham:

Ø Dapat mewujudkan stabilitas ekonomi makro dan mikro. Sehingga ekonomi kita tidak mengalami volatilitas. Hasil penelitian Esquivel dan Larrain (2002) menunjukkan bahwa volatilitas sangat berpengaruh terhadap penurunan ekspor dan investasi.

Ø Dapat mengurangi secara signifikan tindakan spekulatif (gharar). Karena danya keseimbangan antara nilai intrinsic dan nominal dari mata uang logam tersebut.

Ø Penerapan dinar dan dirham menjadi kontribusi nyata system moneter syariah yang ikut memperkuat system perekonomian nasional.

Ø Mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Sehingga Indonesia tidak mudah digoyang perekonomiannya oleh produsen dolar AS.

Ø Penerapan mata uang ini akan menyulitkan masyarakat untuk melalukan tindakan pemalsuan uang.

Saat ini, emas hanya digunakan umat Islam sebagai Mahar perkawinan dan untuk membayar zakat maal. Ini cukup memprihatinkan, dimana Indonesia merupakan penduduk yang paling banyak muslimnya di seluruh dunia. Kapan kita bisa “berbuat” jangan hanya sebagai “budak” bagi Negara lain. Kita harus punya sikap untuk menyelamatkan bangsa ini dari krisis multidimensi. Berdasarkan kajian serta fakta empiris tadi, dinar dan dirham memiliki keunggulan sebagai alat tukar terbaik yang dapat meredam spekulasi, manipulasi dan menekan inflasi secara signifikan. Sehinga dapat dijadikan sebagai instrument stabilitas moneter yang ampuh.

Gold dinar, M.Luthfi Hamidi, MA, Jakarta: senayan publishing,2007

Mata uang islami, Dr Ahmad Hasan, Jakarta; Rajawali Press, 2005

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Euis Amalia, Jakarta, Granada Press, 2007

www.e-dinar.com

www.islamhariini.com



[1] Make Poverty History: Drop The Debt. Http://www.waronwant.org/?lid=9823, 14 januari 2006

[2] Untuk emas dalam ayat berikut: 3:91; 7:148; 9:34-35; 17:93; 18:31; 43:53. Sedang untuk perak dalam ayat berikut: 9:34-35; 43:33-34; 70:8; 76:15-16.



1 komentar:

Fahri mengatakan...

Kapitalisme dan sosialis-komunis...keduanya telah terbukti gagal membangun dunia....
perekonomian yang dibangun keduanya hanyalah perekonomian semu....hanya di atas kertas....
dan walaupun seolah-olah berbeda/bertentangan, keduanya terlahir dari akar yang sama, yaitu materialisme....

selama ini sektor moneter bisa berjalan sendiri bahkan terbang tanpa disertai transaksi sesungguhnya di sektor riil,
transaksi di sektor moneter menggelembung hingga 700x lipat dari nilai transaksi sebenarnya di sektor riil…

Akibatnya, setidaknya di abad 20 ini telah terjadi krisis ekonomi sejak 1907, 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, 1998-2001, 2008. Jika di rata-rata, berarti kira-kira setiap 5-10 tahun terjadi krisis...
http://shariaxplorer.blogspot.com/2008/11/mengungkap-fakta-wall-street-vs-main.html

bahkan di krisis tahun 2008 ini baik kapitalis yang dilambangkan Amerika maupun Komunis yang dilambangkan Rusia sama-sama keteteran...di Rusia bahkan bursa saham sempat ditutup berkali-kali gak ada bedanya dengan di Indonesia..pemerintah dari keduanya juga mengeluarkan bailout/talangan ratusan juta dolar untuk menyelamatkan perekonomiannya....

jadi bukanlah kapitalis-komunis yang menjadi persoalan, tapi karena keduanya selama ini membangun sistem perekonomian dunia bukan atas dasar sektor riil (non-real based economy)..terjadilah bubble economy....uang dan kertas/surat berharga telah menjadi komoditi, pembungaan uang, aksi spekulasi dan manipulatif marak dipraktekan di bursa, dll...
http://shariaxplorer.blogspot.com/2008/10/maisir-penyebab-ambruknya-bursa-saham.html

Dunia telah menjadi saksi di abad 20 ini, dengan sistem ekonomi yang berkuasa yaitu komunis (yang sudah runtuh) dan kapitalis (yang juga sedang runtuh), bahwa bukannya kemakmuran yang dibawa oleh sistem tersebut melainkan kehancuran yang diawali oleh kemakmuran ’semu’.

oleh karena itu, sungguh tidak layak bagi kita di Indonesia jika ingin survive, apabila kita tetap berkiblat pada keduanya......buat apa kita mencontoh kepada sistem yang bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri?

Dengan terjadinya krisis 2008 ini, sistem yang teruji lah yang akan survive..yaitu Islamic Finance...krisis ini pasti akan merubah wajah dunia...merubah peta perekonomian dunia...
http://shariaxplorer.blogspot.com/2008/10/wajah-baru-perekonomian-dunia.html

apakah indonesia mampu bangkit...selama kita bersungguh-sungguh, inilah saatnya untuk bangkit, jawabannya ada disini..
http://shariaxplorer.blogspot.com/2008/10/potensi-ekonomi-syariah.html

Juga untuk diingat, Islamic Finance adalah sebuah sistem yang universal, sehingga tidak ditujukan hanya untuk golongan tertentu saja.....yang oleh karena itu saat ini sedang booming di barat maupun di timur....

Apa buktinya Islamic Finance mampu memberikan kemakmuran?

Jauh saat eropa masih berbaju kasar karung goni kemiskinan dan keterpurukan di abad kegelapan (dark age), di belahan dunia lain, ada sistem pemerintahan yang yang menerapkan Islamic Finance,, dan berada dalam puncak kejayaan, masa keemasan, hingga saking makmurnya tidak ada lagi orang miskin yang menjadi penerima zakat/sedekah…

Jika ingin dunia selamat, kiblat baru perekonomian adalah Islamic Finance yang oleh para ahli ekonomi barat sekalipun (yang tidak terkait dengan sistem nilai yang dianutnya) telah dikaji dan terbukti unggul dengan diikutsertakannya etika, kejujuran (transparansi), dan fairness dalam perekonomian…sehingga tidak rentan terhadap krisis

Sebagai seorang praktisi Islamic Finance, saya menyerukan dan mengajak seluruh lapisan masyarakat, mari kita turut berpartisipasi dalam mengembangkan Islamic Finance, bergabunglah menjadi nasabah perbankan syariah, kunjungilah cabang-cabang bank syariah terdekat, dan bebaskanlah diri kita dari buruknya riba (pembungaan uang)...

potensi Islamic Finance di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, di lima tahun terakhir pertumbuhan rata-rata perbankan syariah lebih besar dari 50% per tahun...
bank-bank asing berlomba membuka bisnis unit syariah, investor2 asing sedang mengintip pasar di Indonesia untuk berlomba membuka bank syariah....
namun kita masih saja tidur dan belum juga sadar bahwa kita adalah The Sleeping Giant of Islamic Finance in the world....

Salam,

Fahri
http://shariaxplorer.blogspot.com/